Penulis
Intisari-Online.com – Masih ingat dengan rumah juragan warteg di berdiri gagah di tengah jalan tol Pejagan-Pemalang Seksi II di Desa Sidakaton, Kabupaten Tegal?
Rumah tersebut sempat ramai diperbincangkan gara-gara tidak mau dibongkar karena merasa ganti rugi yang didapat tidak sesuai.
Alhasil, selama beberapa waktu rumah tersebut berdiri sendirian di tengah pembangunan jalur tol Pejagan-Pemalang.
Baru setelah ada keputuasan dari Mahkamah Agung, Sanawi sang pemilik merelakan rumahnya dibongkar.
“Keputusan MA sudah incraht, sehingga rumah harus dibongkar,” kata Pejabat Pembuat komitmen (PPKom) Pembebasan Lahan Pejagan-Pemalang, Sularto.
Apakah Sanawi perlu bersyukur dengan keputusan tersebut?
Jika merujuk pada berita berjudul “14 Tahun Tinggal di "Tengah Jalan", Keluarga Ini Akhirnya Pindah Rumah” di kompas.com berikut ini, rasanya Sanawi patut bersyukur.
Setidaknya dirinya tidak sampai ‘terpenjara’ dan terpapar polusi kendaraan lalu lalang di jalan tol seperti yang dialami Zhang Xinguo yang selama 14 tahun tinggal di ‘tengah jalan’.
Ya, seperti halnya Sanawi, Zhang menolak untuk diberi ganti rugi atau dipindahkan.
Alasannya, jumlah apartemen yang dijanjikan pemerintah sebagai pengganti tak sesuai keinginan Zhang.
"Saat itu, dengan sebuah keluarga besar, kami meminta enam apartemen sebagai imbalan. Namun, pemerintah hanya dapat menjanjikan empat," kata Zhang kepada Xinhua News Agency seperti dikutip dari China Global Television Network (CGTN).
Cerita yang akan terasa de ja vu oleh Sanawi sang juragan warteg pun terjadi, Zhang dan keluarganya tetap tinggal di sana sementara proyek terus berjalan.
Saat jalan selesai dibangun pada 2011, rumah tersebut menjadi satu-satunya bangunan yang tersisa di distrik tersebut.
Rumah Zhang benar-benar berada di tengah-tengah kepadatan arus lalu lintas.
Sedikit beruntung, pemerintah setempat tidak mencabut fasilitas keamanan, listrik, maupun air bagi rumah Zhang.
Masalah selesai? Tentu saja belum.
Zhang dan keluarganya mulai merasa stres dengan kebisingan lalu lintas di sekitar mereka.
Belum lagi harus terbiasa menyaksikan kecelakaan lalu lintas, yang sebagian justru disebabkan oleh keberadaan rumah mereka.
Untung saja pemerintah setempat tidak menyerah.
Pada 2016, Zhang dan keluarganya kembali ditawari apartemen beserta uang ganti rugi.
Disebabkan oleh perasaan stres selama bertahun-tahun berada di tengah jalan, Zhang dan keluarganya akhirnya setuju dengan tawaran pemerintah.
Mereka mendapat empat apartemen dan kompensasi uang senilai 2,3 juta yuan atau setara Rp 4,6 miliar.
"Mereka (petugas) menghabiskan waktu untuk berbicara dengan kami dan benar-benar memahami kondisi kami," ucap Zhang.
"Kami akhirnya tergerak oleh kesabaran mereka dan akhirnya sepakat untuk pindah," lanjut dia.